TONDANO – PILARPORTAL – Desa tidak lagi sebagai objek pemerintahan, melainkan telah berubah menjadi subjek pemerintahan.
Ungkapan itu disampaikan Dosen Ilmu Politik FISIP Unsrat Ferry Daud Liando
dalam Focus Grup Discussion bertajuk ‘Pemilihan Hukum Tua di Minahasa dan Penguatan Demokrasi’.
Diskusi yang diprakarsai oleh Pusat Studi Demokrasi Gerakan Minahasa Muda (PSD-GMM) ini, dilaksanakan di Sekretariat PSD-GMM, tepatnya di Jl. Stadion Maesa Tondano, Kelurahan Sasaran, Kabupaten Minahasa, Sabtu (7/5/2022).
Liando menjelaskan, desa melalui pemerintahan desa memiliki kewenangan membuat kebijakan dan program sendiri melalui Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBDes), membuat produk hukum melalui Peraturan Desa (Perdes) dan memiliki BUMDes untuk menopang pendapatan desa, serta kewenangan lainnya.
“Dalam UU Nomor 6 tahun 2014 tentang desa, telah menempatkan posisi desa mirip seperti daerah tingkat tiga. Oleh karena itu, syarat menjadi Hukum Tua, harusnya memiliki pengetahuan dasar soal sistim tata cara dan mekanisme penyusunan dokumen-dokumen tersebut,” ujarnya.
Diterangkannya, bahwa memilih calon Hukum Tua berdasarkan pada ketokohan di desa, bukan hal yang keliru.
“Namun akan keliru jika syarat calon Hukum Tua hanya semata pada aspek itu. UU desa memaksa bahwa calon Hukum Tua harus memiliki keahlian dasar dalam menjalankan tata kelola pemerintahan,” terangnya.
Ia pun mengusulkan, agar pemerintah kabupaten (pemkab) Minahasa membuat program pendidikan singkat atau kursus calon Hukum Tua.
“Kegiatan tersebut dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi atau lembaga publik bereputasi. Program ini bertujuan agar calon Hukum Tua dibekali soal kemampuan dasar dalam menyusun dokumen-dokumen pemerintahan yang diwajibkan dalam UU Desa,” ungkapnya.
Tak hanya itu, program pendidikan calon Hukum Tua juga bertujuan agar Hukum Tua terpilih memiliki kapasitas sebagai pemimpin di desa. Tidak terjerat korupsi dan mampu menjalankan pemerintahan desa menjadi lebih baik, sambung Liando.
Ia membeberkan, selama ini banyak Hukum Tua yang terpilih, tapi tidak punya kapasitas. “Mungkin ia terpilih karena faktor politik uang. Akibatnya desa yang dipimpinnya tidak mengalami kemajuan. Di beberapa desa lain, banyak kepala desa terjerat korupsi,” bebernya.
Lanjut Liando, bahwa materi pendidikan dapat berupa tata cara penyusunan produk hukum desa, tata cara pengelolaan keuangan desa, tata cara penyusunan perencanaan dan kebijakan desa.
“Serta hal-hal yang berkaitan dengan kepemimpinan, seperti etika pemerintahan, pengambilan keputusan, manajerial dan manajemen konflik,” kata mantan Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unsrat itu.
Jika pemkab serius, menurut Liando, program ini bisa diperkuat melalui Peraturan Daerah (Perda), agar dapat dianggarkan dalam APBD dan dapat menjadi syarat pencalonan Hukum Tua. (DRO)